Rabu, 09 April 2008

Sudarsih

Sudarsih, itulah nama lengkapnya..
Sudarsih thok, tidak ada embel-embel lainnya..
Panggilannya Asih..

Kami bertemu di Medan saat saya masih menjadi seorang kuli bangunan mengikuti seorang Pemborong bangunan teman ayah saya..

Saat itu ia hanya mengenal saya sebagai seorang kuli, titik..

Ia tidak mengetahui bahwa ayah saya adalah seorang mantan General Manager di salah satu Perusahaan Multinasional di daerah kami..

Ia tidak mengetahui bahwa keluarga kami mempunyai sebuah proyek Kebun Kelapa Sawit seluas 100 hektar di Riau..

Ia hanya mengetahui bahwa saya adalah seorang kuli bangunan, titik..

Namun ia mau berpacaran denganku..

Ia hanya melihatku sebagai seorang yang baik, tidak neko-neko.. ( Walau belakang hari kemudian terbukti bahwa saya tidak terlalu seperti yang dibayangkannya.. ) :-)

Saya sangat resep akan sikapnya yang lincah & periang, walau saya akui ia tidak secantik pacar-pacarku yang dulu..

Akhirnya kami menikah beberapa bulan kemudian..

Sebuah pesta pernikahan yang sederhana namun cukup meriah, mengingat semua relasi ayah datang ketika itu..

Ia mengikutiku pindah ke kebun di Riau dengan membawa anak kami yang masih berumur 1 tahun..

Ia seorang yang tabah dan tidak neko-neko, walau kehidupan kami susah ketika itu..

Saya hanya berstatus Mandor Kebun dengan gaji saat itu tidak lebih dari 300 ribu perbulan..

Namun ia tidak pernah mengeluh dan berusaha mencukupi segala sesuatu yang ada..

Tahun 2000 kami pindah ke Pekanbaru dan mulai hidup baru..

Saya mencoba untuk berjualan kecil-kecilan, antara lain dengan menjual berbagai macam baju di warung kecil dekat rumah..
Untuk kebutuhan utama, kami masih disubsidi oleh orangtua yang ketika itu pindah ke Klaten untuk bekerja di sebuah perusahaan PMA..

Alhamdulillah kami masih dapat menyisihkan 300 ribu perbulan hasil dari berjualan baju..
Cukup untuk membeli berbagai macam Kosmetik dan keperluan kami..

Tahun 2001 kami pindah ke Jakarta..
Disinilah ekonomi kami mulai membaik, setelah saya memutuskan membantu usaha orangtua yang membuka sebuah LPBA ( Lembaga Pendidikan Bahasa Asing ) bernama Adachi Gakuin dengan majoring bahasa Jepang..

Sampai sekarang, saya masih tetap bekerja di Lembaga tersebut..

Dulu ia sama sekali tidak bisa mengaji..

Namun ghirahnya sangat tinggi, ia membayar seorang guru mengaji lulusan UIN (ketika itu IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk datang ke rumah mengajarinya mengaji..

Alhamdulillah, sekarang ia telah lancar membaca Al Qur'an walau dengan sedikit terbata-bata..
Ia juga mengikuti berbagai macam pengajian yang diselenggarakan di wilayah kami..

Saya berbesar hati mendapat seorang jodoh Istri yang Sholihah seperti dia..

Harapan kami, mudah-mudahan pernikahan kami bisa langgeng hingga akhir hayat..